Selasa, 11 Oktober 2011

Tradisi Perkawinan Masyarakat Kalimantan Selatan


BAB I
PENDAHULUAN
Hal yang paling menarik dan tidak bisa dilupakan dalam kehidupan seseorang adalah peristiwa perkawinan. Karena perkawinan adalah langkah awal sebuah kehidupan baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang dulunya makan, minum, tidur, dan lainnya sendiri, sekarang ada yang menemani, dan sebagainya.
Perkawinan tidak bisa dilepaskan dari adat istiadat suatu daerah dan kepercayaan (ketentuan-ketentuan) agama yang ada di daerah tersebut. Karena ketentuan-ketentuan agama dan adat istiadat adalah lembaga tak tertulis yang dipatuhi tanpa ada bantahan dari masyarakat. Hal inilah yang menjadikan suatu daerah punya ke-khas-an tersendiri dalam acara perkawinan.                            
          Salah satu contohnya adalah acara perkawinan dalam masyarakat Banjar. Dalam masyarakat Banjar yang dikenal selalu menjunjung tinggi nilai-nilai syariat Islam perkawinan dianggap sebagai perbuatan suci, karena menikah merupakan perintah agama Islam. Dalam pelaksanannya, masyarakat Banjar mengenal beberapa adat atau kebiasaan yang turun temurun dilakukan. Namun sekarang bagi sebagian masyarakat proses ini sebagian telah menghilang, tetapi ada juga yang masih tetap mempertahankan prosesi ini terutama dalam masyarakat yang masih tetap mempertahankan adat.
          Makalah ini akan mengungkapkan secara singkat beberapa prosesi sebelum dan sesudah perkawinan yang ada dalam masyarakat Banjar diantaranya basasuluh, batatakun, bapapayuan, maantar jujuran, dan bakakawinan.
 
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Basasuluh
Suluh artinya obor yang terbuat dari daun kelapa kering yang diikat menjadi satu dan digunakan sebagai penerangan ketika bepergian dimalam hari. Basasuluh artinya menyuluhi kian kemari didalam gelap, seperti umpamanya mencari benda yang jatuh. Di dalam perkawinan istilah ini diartikan sebagai bertanya-tanya, sejak timbulnya keinginan untuk mengadakan hubungan perkawinan sebelum resmi meminang.
Dalam prosesnya, apabila seorang pemuda sudah memastikan gadis yang akan dilamarnya maka kerabat dekat pemuda akan bermusyawarah untuk memilih siapa yang akan ditugaskan melakukan kegiatan basasuluh. Biasanya yang dipercaya melakukannya adalah seorang kerabat dekat yang kenal baik dengan gadis. Ia bertugas untuk mencari informasi mengenai si gadis, diantaranya tentang agamanya, keturunannya (apakah ia dari keluarga baik-baik), kemampuan rumah tangga, kecantikan wajahnya, apakah ia sudah bertunangan. Sebaliknya bagi pihak gadis juga mencari tahu tentang pekerjaan calon suami, bagaimana tingkah lakunya karena basasuluh tidak hanya dilakukan dari pihak gadis saja tetapi dari pihak pemuda pun bisa dilakukan.[1]
Di antara beberapa hal yang disebutkan di atas, yang menjadi titik tumpuan perhatian adalah dua hal, yaitu: agama dan keturunannya. Sebaliknya bagi keluarga calon istri, di samping hal di atas akan diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya, sebab lapangan pekerjaan akan turut menentukan nilai rumah tangga mereka kelak.[2]
B.     Batatakun
Kemudian apabila proses di atas sudah dilakukan, si pemuda mengadakan pembicaraan dengan kerabat gadis tentang niatnya untuk melamar, apakah ada harapan untuk diterima, serta mengadakan perundingan tidak resmi mengenai besarnya jujuran. Apabila diterima, ia akan berlanjut kepada proses selanjutnya yaitu bapapayuan atau bapatut jujuran.

C.    Bapapayuan atau Bapatut Jujuran
Setelah pinangan dinyatakan diterima secara resmi, pembicaraan beralih kepada besarnya mas kawin yang harus diserahkan oleh pihak pemuda kepada gadis, yang ada kalanya terjadi tawar-menawar, sehingga perundingan terkadang terjadi berkali-kali. Bila telah ada kata sepakat, pembicaraan dilanjutkan mengenai langkah-langkah selanjutnya.[3]
D.    Maantar Jujuran atau Maantar Patalian
Merupakan kegiatan maantar mas kawin kepada pihak gadis sebagai tanda pengikat juga sebagai pertanda bahwa perkawinan akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Adapun jumlah jujuran tidak ada standar baku. Jumlah jujuran ditentukan oleh orang tua perempuan. Uang jujuran dipergunakan untuk membeli seperangkat perlengkapan kamar tidur pengantin, bukan untuk perayaan pesta perkawinan. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh ibu-ibu. Selain itu ada juga beberapa pemberian yang menyertai jujuran, diantaranya:
1.         Pengiring
Pengiring merupakan pemberian dari pihak mempelai pria kepada mempelai wanita sebagai hadiah. Adapun bentuk pengiring tersebut adalah terdiri dari seperangkat kitab suci Alquran, berupa barang keperluan mempelai wanita dari ujung rambut sampai ujung kaki, seperti pakaian muslim, pakaian tidur, alat-alat kosmetik, sepatu/sandal dan tas.
2.         Palangkahan
Palangkahan adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada kakak perempuan calon istrinya yang belum pernah kawin (masih gadis). Sedangkan apabila kakak calon istri itu laki-laki maka tidak perlu ada palangkahan. Ada suatu anggapan apabila seorang kakak tidak diberi palangkahan, maka kemungkinan besar sangat sulit untuk menemukan jodoh. Bentuk dari palangkahan ini yang sangat diutamakan adalah pemberian piduduk (beras, gula merah, kelapa satu biji, garam dan pisau) dan ditambah perlengkapan sebagian kecil dari pengiring.[4]
Apabila proses ini sudah dilakukan, maka dibicarakan lagi tentang hari pernikahan dan perkawinan.

E.     Akad Nikah
Yang dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab kabul di hadapan seorang penghulu dan saksi – saksi. Akad nikah ini biasanya dilaksanakan di rumah si gadis, tetapi dapat pula dilaksanakan di kantor penghulu atau balai nikah di kecamatan. Waktu kapan dilaksanakan akad nikah ini tidak ada ketentuan khusus, semua itu tergantung kesepakatan kedua belah pihak, apakah ada waktu baik atau tidak baik, ataukah ada sistem peramalan yang menentukan waktu yang baik untuk melakukan akad nikah.[5]
F.     Mandi-mandi[6]
Pada waktu pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita melangsungkan acara mandi-mandi penganting dengan air yang ditaburi macam-macam bunga. Jumlah bunga-bungaan yang diperlukan lebih banyak dan lebih berkesan sebagai salah satu upacara. Kemudian diberi kain kuning untuk keperluan acara mandi-mandi tersebut.
Acara mandi-mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampung atau wanita tua lainnya. Selesai mandi, pengantin wanita disuruh menjajak telur ayam sampai pecah dengan ujung tumit, ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dikenal istilah “balarap” membikin cacantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lemak (ketan) berinti gula merah dan pisang mahuli. Tetapi pada kurun waktu yang terakhir acara menjajak telur ayam ini dihapuskan karena dianggap tidak sesuai dengan syariat agama Islam (mubazir).
G.    Batapung Tawar[7]
Seiring dengan acara mandi-mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara batapung tawar. Batapung tawar ini maksudnya sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang wanita. Untuk disediakan apa yang dinamakan “piduduk”, yaitu seperangkat keperluan pokok bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuningan) yang terdiri dari segantang beras, sebiji sayur, ketan, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur ayam tiga biji, garam, lilin, sebiji uang bahari (perak), sirih pinang, rokok dan dapat ditambahkan rerempah lain lagi. Piduduk ini nantinya akan diberikan seluruh isinya kepada bidan kampung yang memimpin acara mandi-mandi tersebut.
Dalam acara batapung tawar tersebut diisi dengan selamatan kecil yang dihadiri keluarga wanita terdekat dengan suguhan air teh manis atau kopi dan kue bubur habang, bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang dan lamang.
H.    Batamat Qur’an.[8]
Baik pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu siang menjelang acara persandingan biasanya melangsungkan acara batamat Qu’ran yakni membaca kitab suci Alquran sebanya 22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (al-Duha) sampai surah 114 (al-Naas) ditambah  dengan beberapa ayat pada surah al-Baqarah dan ditutup dengan doa khatam Alquran. Pembaca doa biasanya guru mengaji pengantin tersebut.
Dalam acara batamat Qur’an ini pengantin tersebut berpakaian selaku seorang yang pernah berhaji.dengan menghadapi kitab suci Alquran, dia dipayungi dengan payung kembang yang khusus dibuat untuk keperluan itu. Payung kembang ini kadang-kadang dibuat dalam rangkap 3 rangkap yang terdiri dari bunga kenanga kuning, cempaka dan mawar. Ketika acara tersebut berlangsung dia dikelilingi oleh semua keluarga serta undangan lainnya
Di tempat itu disediakan sesajen yang terdiri dari nasi lemak kuning, wajik, telur dadar, telur rebus dan dihiasi dengan bunga-bungaan kertas berupa kembang serai. Nasi lemak kuning itu dibentuk seperti gunungan kecil yang dipuncaknya ditaruh sebiji telur masak.
Suatu kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan surah ke 105 (al-Fiil), biasanya ramailah anak-anak dan remaja disekitar itu memperebutkan telur masak dan sekaligus memakannya, sebab menurut cerita konon yang mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya cepat menjadi pandai membaca kitab suci Alquran.   
I.       Aruh atau Bakakawinan
Proses ini merupakan acara puncak dari proses yang terjadi sebelumnya, karena dalam acara inilah seluruh keluarga berkumpul dan kedua mempelai disandingkan. Namun sebelum hari perkawinan ini, mempelai wanita mengadakan persiapan sebagai berikut:
1.    Bapingit dan Bakasai
Bagi calon mempelai wanita yang akan melakukan perkawinan dia tidak bisa lagi bebas seperti biasanya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan. Kegiatan inilah yang dinamakan bapingit.
Selain bapingit, ia pun disuruh untuk bakasai tujuannya untuk membersihkan dan merawat diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri pada waktu disandingkan.
2.    Batimung
Bagi pengantin pria maupun wanita menjelang hari persandingan dua atau tiga hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang dikenal dengan istilah “batimung”. Caranya adalah sambil duduk di bangku kecil badannya ditutupi dengan gulungan tikar purun, kecuali kepalanya. Dan dibungkus lagi dengan kain tebal selama beberapa puluh menit. Antara kedua kaki tempat dia duduk diletakkan sebuah kuantan tanah atau panci yang berisi air panas dengan ramuan-ramuan daun (lengkuas), daun dilam, pudak, serai wangi, limau purut, bunga-bungaan seperti mawar, kenanga, cempaka, melati, dan lain-lain.
Batimung ini akan menguras habis keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut. Batimung atau mandi uap dimaksudkan agar tubuh calon pengantin jadi segar dan tidak mengeluarkan bau-bau tidak sedap karena keringat merupakan hal yang sangat mengganggu khususnya mempelai wanita terutama dapat merusak bedak dan membasahi pakaian pengantin. Dengan demikian pada saat persandingan nanti diharapkan dia tidak akan berkeringat lagi. Kadang-kadang batimung ini dilakukan sampai tiga malam berturut-turut baik oleh pengantin pria maupun pengantin wanita.[9]
3.    Badudus atau Bapapai
Badudus atau mandi-mandi, merupakan salah satu ritual tradisi yang ada dalam masyarakat Banjar. Ritual adat ini masih dipakai hingga saat ini di berbagai kegiatan. Ritual badudus ini, biasanya dilakukan pada saat melangsungkan pernikahan, penobatan terhadap seseorang, dan juga pada saat kehamilan tujuh bulan atau yang disebut tian mandaring. Upacara ini dilakukan pada waktu sore atau malam hari dan dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum perkawinan.
4.    Perkawinan
Upacara ini merupakan penobatan calon pengantin yang mana hari dan tanggalnya disesuaikan dengan bulan Arab atau Hijriah yang baik.[10]
Menurut adat orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja. Biasanya membagi-bagi tugas sebagai berikut:
a.       Nang jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan)
b.      Nang meurus tajak sarubung (mendirikan tenda)
c.       Nang meurus pengawahan (bagian masak nasi dan ikan)
d.      Nang meurus karasmin (mengurus kesenian)
e.       Nang besaruan lalakian (pengundang untuk pria)
f.       Nang besaruan bebinian (pengundang untuk wanita)
g.      Nang menerima saruan (penerima tamu)
Dalam susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan merupakan adat yang sangat menonjol sekali, para tetangga tanpa diminta akan memberikan tenaga dan jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan perkawinan tersebut.[11]
J.      Bajagaan pengantin
Menurut kebiasaan  sesudah diadakannya acara perkawinan, maka pada malam harinya diadakan upacara manjagai (menunggu pengantin). Dalam upacara bajagaan ini diadakan pertunjukan kesenian, seperti mamanda, wayang gong, rudat, wayang kulit dan acara bakisah (kisah yang dibawakan penutur cerita). Biasanya acara bajagaan pengantin ini berlangsung selama 3 malam.[12] 
 
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa beberapa prosesi sebelum dan sesudah perkawinan yang ada dalam masyarakat Banjar adalah sebagai berikut :
A.    Basasuluh
B.     Batatakun
C.     Bapapayuan atau Bapatut Jujuran
D.    Maantar Jujuran atau Maantar Patalian
E.     Akad Nikah
F.      Mandi-mandi
G.    Batapung Tawar
H.    Batamat Qur’an
I.       Aruh atau Bakakawinan
J.       Bejagaan pengantin

 
DAFTAR PUSTAKA

Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. 1, h. 74-75
Syamsiar Seman, Pengantin Adat Banjar Kalimantan Selatan, (Banjarmasin: Bina Budaya Banjar, tth), h. 2
Zipoer7, Budaya adat pernikahan Banjar, http://zipoer7.wordpress.com, 220911, 10:11   
Rusdiana, “Jujuran menurut adat Banjar”, Khazanah, (Banjarmasin: IAIN Antasari, Juli-Agustus 2006), Vol. V, No. 04, h. 367-368
Cupep, Perkawinan adat Banjar, http://cupep.blogspot.com, 220911, 10:16
M. suriyansyah Ideham dkk, , urang banjar dan kebudayaannya, (banjarmasin : pustaka benua dan badan penelitian dan pengembangan daerah provinsi kalimantan selatan, 2007), cet. 2, h. 92




[1]Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. 1, h. 74-75
[2] Syamsiar Seman, Pengantin Adat Banjar Kalimantan Selatan, (Banjarmasin: Bina Budaya Banjar, tth), h. 2
[3]Zipoer7, Budaya adat pernikahan Banjar, http://zipoer7.wordpress.com, 220911, 10:11   
[4]Rusdiana, “Jujuran menurut adat Banjar”, Khazanah, (Banjarmasin: IAIN Antasari, Juli-Agustus 2006), Vol. V, No. 04, h. 367-368
[5]Cupep, Perkawinan adat Banjar, http://cupep.blogspot.com, 220911, 10:16
[6] Syamsiar Seman,..., h. 7
[7] Ibid, h. 8
[8] Ibid, h 9
[9] Syamsiar Seman,..., h. 6
[10]Zipoer7, Budaya adat pernikahan Banjar, http://zipoer7.wordpress.com, 220911, 10:11  
[11]Cupep, Perkawinan adat Banjar, http://cupep.blogspot.com, 220911, 10:16 
[12]  badan penelitian dan pengembangan daerah provinsi kalimantan selatan, urang banjar dan kebudayaannya, (banjarmasin : pustaka benua, 2007), cet. 2, h. 92