Sabtu, 01 Oktober 2011

Pita Kuning

Pada tahun 1971 surat kabar New York Post menulis kisah nyata tentang seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak, Georgia, Amerika. Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik, sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak menjadi suami dan ayah yang baik. Dia sering pulang malam-malam dalam keadaan mabuk, lalu memukuli anak dan istrinya.

Satu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar, New York. Dia mencuri uang tabungan istrinya, lalu dia naik bis menuju ke utara, ke kota besar, ke kehidupan yang baru. Bersama-sama beberapa temannya dia memulai bisnis baru. Untuk beberapa saat dia menikmati hidupnya. Sex, judi narkoba. Dia menikmati semuanya.

Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal, dan dia mulai kekurangan uang. Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan criminal. Dia menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya pada suatu saat naas, dia tertangkap. Polisi menjebloskannya ke dalam penjara, dan pengadilan menghukum dia tiga tahun penjara.

Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai merindukan rumahnya. Dia merindukan istrinya. Dia rindu keluarganya. Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada istrinya, untuk menceritakan betapa menyesalnya dia. Bahwa dia masih mencintai istri dan anak-anaknya.

Dia berharap dia masih boleh kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat, oleh Karen itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis:
Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku. Namun, jika engkau masih ada perasaan padaku, maukah kau nyatakan? Jika kau masih mau aku kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya pohon Oak (beringin) yang berada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan mengerti. Aku tidak akan turun dari biws dan aku akan terus menuju Miami. Dan aku akan berjanji, aku tidak akan pernah lagi mengganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku”.

Akhirnya hari pelepasannya tiba. Dia sangat gelisah. Dia tidak menerima surat balasan dari istrinya. Dia tidak tahu apakah istrinya menerima suratnya atau sekalipun dia membaca suratnya, apakah dia mau mengampuninya?

Dia naik bis menuju Miami, Florida, yang melewati kampung halamannya, White oak. Dia sangat sangat gugup. Seisi bis mendengar ceritanya, dan mereka meminta kepada supir bi situ, “Tolong, pas lewat White Oak, jalan pelan-pelan, kita mensti lihat apa yang terjadi”.

Hatinya berdebar-berdebar saat bis mendekati pusat kota White Oak. Dia tidak berani mengangkat kepalanya. Keringat dingin mengucur deras.
 
Akhirnya dia melihat pohon itu.

Air mata menetes. Dia tidak melihat sehelai pita kuning.

Tidak ada sehelai pita kuning.

Tidak ada sehelai.

Melainkan ada seratus helai pita-pita kuning bergantungan di pohon beringin itu.
Seluruh pohon dipenuhi pita kuning.

Sang supir langsung menelpon surat kabar dan menceritakan kisah ini. Kisah nyata ini menjadi lagu hits nomor satu pada tahun 1973 di Amerika. Seorang penulis lagu menuliskan kisah ini menjadi lagu, “Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree

Tidak ada komentar:

Posting Komentar